Minggu, 13 Oktober 2013

Memaknai amanah kehidupan




Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui
(Q.S. Al-Anfal ayat 27)
Sesosok tubuh yang gagah dan perkasa sedang mengejar seekor unta zakat yang lari. Dipanggillah lelaki itu oleh utsman bin affan ra.”wahai amirul mukminin, apa yang sedang kau kejar”? lelaki itu menjawab”aku sedang mengejar unta hasil zakat”, padahal waktu itu, hari sangat panas sekali. Lanjut utsman” istirahatlah dulu dirumahku, biarkan budakku  yang mengejar unta itu” dengan lantang sang khalifah menjawab”wahai utsman, seandainya Allah swt menghisabku di yaumil akhir nanti, maka yang akan dimintai pertanggungjawaban mengenai unta zakat ini ialah aku bukan budakmu”
Inilah sebuah kisah dari seorang khalifah umar bin khatab. Amirul mukminin yang dikenal mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap amanahnya(sense of responsibility). Kisah ini menjadi ibrah bagi kita, bahwa semua amanah yang diserahkan kepada kita akan dimintai pertanggungjawaban di yaumil akhir nanti. Bagaimana seorang khalifah tentu bisa dengan mudah meminta bantuan kepada pembantu-pembantunya untuk sebuah urusan kecil yaitu mengejar seekor unta yang lari. Tapi apa yang dilakukan umar, beliau mengejarnya sendiri. Ya, karena di yaumil hisab tak ada perhitungan secara jama’ah. Tapi nafsi-nafsi walaupun di dunia kita amal jama’i.
Namun apakah arti amanah bagi kehidupan kita. Apakah hanya sebuah jabatan yang nanti hanya kita bangga-banggakan kelak ketika menjadi pembicara. Kita ceritakan kepada penerus-penerus kita bahwa dulu kita memegang amanah yang besar. Tentu bukan itu jawabannya, seharusnya dengan lantang kita akan menjawab seperti jawaban khalifah umar bin khatab ra. Ya, karena amanah ini akan dimintai pertangungjawabannya.
Terkadang kita merasa berat, karena timbul dalam pikiran kita”ana telah banyak amanah”, sehingga menyebabkan kita melalaikan amanah yang lain. Apakah kehidupan kita sesibuk Rasulullah. Yang harus mengatur Negara, memimpin perang, membina umat, dan lain sebagainya. “toh itukan Rasulullah, seorang Nabi”, itu hanya jawaban orang-orang yang tidak mempunyai jiddiyah(kesungguhan). Ketika seseorang memiliki kesungguhan maka apapun bisa terjadi dengan kehendak Allah swt. Sudah lupakan kah kita dengan Q.S. Muhammad ayat 7, coba kita renungi lagi maknanya.
Ikhwafillah, pikullah amanah dakwah ini dengan kesungguhan. Karena dengan itu, engkau akan merasakan betapa manisnya iman. Yang seandainya nikmatnya iman bisa direbut, tentu para raja beserta seluruh prajuritnya akan merebutnya. Tapi, sekali lagi, nikmat ini takkan pernah bisa rebut, tapi ia harus ada didalamnya, berjuang memikulnya, mengorbankan seluruh harta dan jiwanya untuk memikul amanah ini dengan 2 pilihan, hidup mulia atau mati syahid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Hamba yang penuh dosa. Berharap ampunan Nya.