Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
mengkhianati Allah dan Rasul dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui
(Q.S. Al-Anfal ayat 27)
Sesosok tubuh
yang gagah dan perkasa sedang mengejar seekor unta zakat yang lari.
Dipanggillah lelaki itu oleh utsman bin affan ra.”wahai amirul mukminin, apa
yang sedang kau kejar”? lelaki itu menjawab”aku sedang mengejar unta hasil
zakat”, padahal waktu itu, hari sangat panas sekali. Lanjut utsman”
istirahatlah dulu dirumahku, biarkan budakku
yang mengejar unta itu” dengan lantang sang khalifah menjawab”wahai
utsman, seandainya Allah swt menghisabku di yaumil akhir nanti, maka yang akan
dimintai pertanggungjawaban mengenai unta zakat ini ialah aku bukan budakmu”
Inilah sebuah
kisah dari seorang khalifah umar bin khatab. Amirul mukminin yang dikenal
mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap amanahnya(sense of
responsibility). Kisah ini menjadi ibrah bagi kita, bahwa semua amanah yang
diserahkan kepada kita akan dimintai pertanggungjawaban di yaumil akhir nanti.
Bagaimana seorang khalifah tentu bisa dengan mudah meminta bantuan kepada
pembantu-pembantunya untuk sebuah urusan kecil yaitu mengejar seekor unta yang
lari. Tapi apa yang dilakukan umar, beliau mengejarnya sendiri. Ya, karena di
yaumil hisab tak ada perhitungan secara jama’ah. Tapi nafsi-nafsi walaupun di
dunia kita amal jama’i.
Namun apakah
arti amanah bagi kehidupan kita. Apakah hanya sebuah jabatan yang nanti hanya
kita bangga-banggakan kelak ketika menjadi pembicara. Kita ceritakan kepada
penerus-penerus kita bahwa dulu kita memegang amanah yang besar. Tentu bukan
itu jawabannya, seharusnya dengan lantang kita akan menjawab seperti jawaban
khalifah umar bin khatab ra. Ya, karena amanah ini akan dimintai
pertangungjawabannya.
Terkadang kita
merasa berat, karena timbul dalam pikiran kita”ana telah banyak amanah”,
sehingga menyebabkan kita melalaikan amanah yang lain. Apakah kehidupan kita
sesibuk Rasulullah. Yang harus mengatur Negara, memimpin perang, membina umat,
dan lain sebagainya. “toh itukan Rasulullah, seorang Nabi”, itu hanya jawaban
orang-orang yang tidak mempunyai jiddiyah(kesungguhan). Ketika seseorang
memiliki kesungguhan maka apapun bisa terjadi dengan kehendak Allah swt. Sudah
lupakan kah kita dengan Q.S. Muhammad ayat 7, coba kita renungi lagi maknanya.
Ikhwafillah,
pikullah amanah dakwah ini dengan kesungguhan. Karena dengan itu, engkau akan
merasakan betapa manisnya iman. Yang seandainya nikmatnya iman bisa direbut,
tentu para raja beserta seluruh prajuritnya akan merebutnya. Tapi, sekali lagi,
nikmat ini takkan pernah bisa rebut, tapi ia harus ada didalamnya, berjuang
memikulnya, mengorbankan seluruh harta dan jiwanya untuk memikul amanah ini
dengan 2 pilihan, hidup mulia atau mati syahid.