Prosedur Audit Piutang usaha
2.1
Beberapa Pengertian Pokok
2.1.1
Pengertian Audit
Untuk mengetahui dengan jelas pengertian
auditing, maka berikut ini akan dikemukakan definisi-definisi pengauditan yang
di ambil dari beberapa sumber:
1. Konrath
(2002:5) dalam Sukrisno Agoes (2004:1) mendefinisikan audit sebagai
”suatu proses sistematis untuk
secara objektif mendapatkan dan mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang
kegiatan-kegiatan dan kejadian-kejadian ekonomi untuk meyakinkan tingkat
keterkaitan antara asersi tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan dan
mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.”
2. Menurut Sukrisno Agoes (2004:3), audit adalah
“Suatu pemeriksaan yang
dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun
oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya,
dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan
tersebut.”
3. Menurut Mulyadi (2002: 9), audit merupakan:
“Suatu proses sistematik
untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai
pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk
menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan
kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai
yang berkepentingan.”
Menurut Mulyadi, (2002:9), berdasarkan pengertian audit di atas maka audit
mengandung unsur-unsur:
1.
suatu proses sistematis, artinya audit merupakan suatu langkah atau prosedur
yang logis, berkerangka dan terorganisasi. Auditing dilakukan dengan suatu
urutan langkah yang direncanakan, terorganisasi dan bertujuan.
2.
untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif, artinya proses
sistematik ditujukan untuk memperoleh bukti yang mendasari pernyataan yang
dibuat oleh individu atau badan usaha serta untuk mengevaluasi tanpa memihak
atau berprasangka terhadap bukti-bukti tersebut.
3.
pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi, artinya pernyataan mengenai
kegiatan dan kejadian ekonomi merupakan hasil proses akuntansi.
4. menetapkan tingkat kesesuaian, artinya pengumpulan bukti mengenai
pernyataan dan evaluasi terhadap hasil pengumpulan bukti tersebut dimaksudkan
untuk menetapkan kesesuaian pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan. Tingkat kesesuaian antara pernyataan dengan kriteria tersebut
kemungkinan dapat dikuantifikasikan, kemungkinan pula bersifat kualitatif.
5. kriteria
yang telah ditetapkan, artinya kriteria atau standar yang dipakai sebagai dasar
untuk menilai pernyataan (berupa hasil akuntansi) dapat berupa:
1) peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan legislatif
2) anggaran atau ukuran prestasi yang ditetapkan oleh manajemen
3) prinsip akuntansi berterima umum (PABU) di Indonesia
1) peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan legislatif
2) anggaran atau ukuran prestasi yang ditetapkan oleh manajemen
3) prinsip akuntansi berterima umum (PABU) di Indonesia
6. Penyampaian hasil (atestasi), dimana penyampaian hasil dilakukan secara tertulis
dalam bentuk laporan audit (audit report).
7. Pemakai
yang berkepentingan, pemakai yang berkepentingan terhadap laporan audit adalah
para pemakai informasi keuangan, misalnya pemegang saham, manajemen, kreditur,
calon investor, organisasi buruh dan kantor pelayanan pajak.
Dari beberapa pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa audit mencakup suatu proses sistematis dan terarah dalam
prosesnya untuk menguji laporan keuangan perusahaan yang telah disusun
manajemen oleh seorang yang kompeten (memiliki keahlian sebagai seorang
akuntan) dan independen (tidak memiliki hubungan apapun dengan perusahaan) dengan
tujuan dapat memberikan pendapat/opini mengenai kewajaran laporan keuangan.
2.1.2 Jenis-Jenis Audit
Audit memiliki
bermacam-macam jenis. Berikut jenis-jenis audit menurut beberapa pakar
akuntansi.
Menurut
Sukrisno Agoes (2004:9) ditinjau dari luasnya pemeriksaan, audit dibagi menjadi
:
1. General Audit (Pemeriksaan umum)
Suatu pemeriksaan
umum atas laporan keuangan yang dilakukan kantor akuntan publik (KAP)
independen dengan tujuan untuk bisa memberikan pendapat mengenai kewajaran
laporan keuangan secara keseluruhan. Pemeriksaan tersebut harus dilakukan
sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik dan memperhatikan Kode Etik
Akuntan Indonesia, Aturan Etika KAP yang telah disahkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia serta Standar Pengendalian Mutu.
2. Special Audit (Pemeriksaan
Khusus)
Suatu pemeriksaan
terbatas (sesuai permintaan klien) yang dilakukan oleh KAP Independen, dan pada
akhir pemeriksaannya auditor tidak perlu memberikan pendapat terhadap kewajaran
laporan keuangan secara keseluruhan. Pendapat yang diberikan terbatas pada pos
atau masalah tertentu yang diperiksa, karena prosedur audit yang dilakukan juga
terbatas. Misalnya KAP diminta untuk memeriksa apakah terdapat kecurangan
terhadap penagihan piutang usaha diperusahaan klien.
Sedangkan menurut
Mulyadi (2002:30) membagi jenis-jenis audit menjadi 3 kelompok yaitu:
1. Audit Laporan Keuangan (Financial
Statement Audit)
Audit laporan
keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan
keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk menyatakan pendapat mengenai
kewajran laporan keuangan tersebut.
2. Audit Kepatuhan (Compliance
Audit)
Audit kepatuhan
ialah audit yang tujuannya untuk menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan
kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit kepatuhan umumnya dilaporkan
kepada pihak yang berwenang membuat kriteria. Audit kepatuhan banyak dijumpai
dalam pemerintahan.
3. Audit Operasional (Operational
Audit)
Auditor operasional
merupakan review secara sistematik kegiatan organasasi, atau laporan bagian
daripadanya, dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Tujuan audit operasional
adalah untuk :
1) Mengevaluasi kinerja
2) Mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan
3) Membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut
2.1.3 Jenis-Jenis Auditor
Menurut Mulyadi
(2002:28) jenis-jenis auditor dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu
“auditor independen, auditor pemerintah, dan auditor intern”.
1. Auditor Independen
Auditor independen adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya
kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang
dibuat oleh klien. Audit tersebut terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
para pemakai informasi keuangan seperti kreditur, investor, calon kreditur,
calon investor, dan instansi pemerintah ( terutama instansi pajak).
2. Auditor
Pemerintah
Auditor pemerintah ialah auditor profesional yang bekerja di instansi
pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan
yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintah atau
pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah.
3. Audit Intern
Audit Intern adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan
negara ataupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya ialah menentukan apakah
kebijakan dan prosedur yang diterapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi,
menentukan baik atau tidaknya penjagaan kekayaan organisasi, menentukan
efisiensi dan efektifitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan
keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.
Menurut Wiliam, et.al
(2006:65) mengklasifikasi jenis auditor
menjadi empat kelompok yaitu:
1. Auditor Eksternal
2. Auditor Internal
3. Auditor Pemerintah
4. Auditor Forensik
2.1.4
Standar Audit
Standar audit berbeda dengan prosedur auditing.
“Prosedur” berkaitan dengan tindakan yang harus dilaksanakan, sedangkan
“standar” berkenaan dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja tindakan tersebut
dan berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan prosedur
tersebut.
Standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia (2001:150) terdiri dari sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi 3
kelompok besar yaitu:
1.
Standar Umum
1)
Audit harus
dilakukan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
2)
Dalam semua hal
yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus
dipertahankan oleh auditor.
3)
Dalam pelaksanaan
audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran
profesionalnya dengan cermat dan seksama.
Sukrisno Agoes (2004:30) menjelaskan bahwa :
“Standar umum
bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan auditor dan mutu pekerjaannya
dan berbeda dengan standar yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan lapangan
dan pelaporan. Standar pribadi atau standar umum ini berlaku sama dalam bidang
pelaksanaan pekerjaan lapangan dan pelaporan.”
2. Standar Pekerjaan Lapangan
1)
Pekerjaan harus
direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi
sebagaimana mestinya.
2)
Pemahaman memadai
atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan
menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
3)
Bukti audit
kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan
keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas
laporan keuangan yang diaudit.
Menurut Sukrisno Agoes
(2004:35) bahwa “ standar pekerjaan lapangan berkaitan dengan pelaksanaan audit
dan sepervisi, pemahaman dan evaluasi
pengendalian intern, pengumpulan bukti-bukti audit melalui compliance
test, substantive test, analytical review, sampai selesainya audit
field work.”
3. Standar
Pelaporan
1)
Laporan auditor
harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2)
Laporan auditor
harus menunjukkan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi
dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan
penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
3)
Pengungkapan
informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan
lain dalam laporan audit
4)
Laporan auditor
harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan
atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak diberikan. Jika pendapat
secara keseluruhan tidak diberika, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal
nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus
memuat petunjuk yang jelas mengenai sifart pekerjaan audit yang dilaksanakan,
jika ada, dan tingkat tanggungjawab yang dipikul oleh auditor.
2.1.5
Tahap-Tahap Pelaksanaan Audit
Mulyadi (2002:122) membagi tahapan pelaksanaan
audit menjadi empat tahap yaitu:
1. Penerimaan perikatan audit
Perikatan (engagement)
adalah kesepakatan dua pihak untuk mengadakan suatu ikatan perjanjian. Dalam
perikatan audit, klien yang memerlukan jasa auditing mengadakan suatu ikatan
perjanjian dengan auditor. Dalam ikatan perjajian tersebut, klien menyerahkan
pekerjaan audit atas laporan keuangan kepada auditor dan auditor sanggup untuk
melaksanakan pekerjaan audit tersebut berdasarkan kompetensi profesionalnya.
2. Perencanaan Audit
Langkah berikutnya
setelah perikatan audit diterima oleh auditor adalah perencanaan audit.
Keberhasilan penyelesaian perikatan audit sangat ditentukan oleh kualitas
perencanaan audit yang dibuat oleh auditor.
3. Pelaksanaan Pengujian Audit
Tujuan utama
pelaksanaan pekerjaan lapangan ini adalah untuk memperoleh bukti audit tentang
efektifitas pengendalian intern klien dan kewajaran laporan keuangan klien.
4. Pelaporan Audit
Pelaksanaan tahap ini harus mengacu ke “standar
pelaporan”. Ada dua langkah penting yang dilaksanakan oleh auditor dalam
pelaporan audit. 1) menyelesaikan audit dengan meringkas semua hasil pengujian
dan menarik kesimpulan. 2) menerbitkan laporan audit.
2.2 Kantor
Akuntan Publik
2.2.1
Pengertian Kantor Akuntan Publik
Dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik per 1
Januari 2001 (2001:1) disebutkan bahwa “KAP adalah suatu bentuk organisasi
akuntan publik yang memperoleh izin sesuai dengan peraturan pernudang-undangan,
yang berusaha di bidang pemberian jasa profesional dalam praktik akuntan
publik.”
Dengan kata lain KAP merupakan
tempat penyediaan berbagai jasa oleh profesi akuntan publik bagi masyarakat.
Suatu kantor akuntan yang sudah cukup besar dapat dibagi-bagi menurut jenis
jasa yang diberikan, misalnya : bagian audit, jasa manajemen, perpajakan, serta
penelitian dan latihan. Pembagian ini dimaksudkan untuk memungkinkan pegawai
mengembangkan keahlian mereka ke bagian yang sesuai dengan pengetahuan
preferensi mereka sehingga memungkinkan pemberian jasa yang lebih baik bagi
klien.
2.2.2
Syarat Pendirian Kantor Akuntan Publik
Sesuai pasal 3
Keputusan Menteri Keuangan RI No.423/KMK.06/2002 tentang jasa akuntan publik
untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1), akuntan yang
bersangkutan wajib mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal
Lembaga Keuangan u.p Direktur Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai dengan
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Berdomisili di wilayah Republik Indonesia yang dibuktikan dengan
Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau bukti lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Tidak pernah dikenakan sanksi pencabutan izin Akuntan Publik.
3. Memilik nomor Register Negara untuk Akuntan.
4. Lulus Ujian Sertifikasi Akuntan Publik yang diselenggarakan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
5. Menjadi anggota IAI dan IAI-Kompartemen Akuntan Publik yang
dibuktikan dengan kartu anggota atau surat keterangna dari organisasi yang
bersangkutan.
6. Memiliki pengalaman kerja di bidang audit umum atas laporan keuangan
sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) jam dalam 5 (lima) tahun terakhir dan
sekurang-kurangnya 5 (lima ratus) jam diantaranya memimpin dan menspervisi
perikatan audit umum, yang disahkan oleh Pemimpin KAP tempat bekerja atau
pejabat setingkat eselon I instansi pemerintah keuangan yang berwenagn di
bidang audit umum, dan pengalaman audit umum sekurang-kurangnya 3.000 (tiga
ribu) jam dengan reputasi baik di bidang audit.
7. Melengkapi formulir AP-1 sebagaimana terlampir dalam Keputusan
Menteri Keuangan.
2.2.3
Struktur Organisasi Kantor Akuntan Publik
Suatu KAP yang sudah cukup
besar dapat dibagi-bagi menurut jenis jasa yang diberkan. Jadi, misalnya kita
dapat melihat kantor akuntan yang dibagi menjadi bagian pemeriksaan (audit),
bagian konsultasi (management service), dan bagian sistem (system
analysist). Pembagian ini dimaksudkan untuk memungkinkan pegawai
profesional mengembangkan keahlian mereka ke jurusan yang sesuai dengan
pengerahuan dan preferensi mereka sehingga memungkinkan pemberian jasa yang
lebih baik bagi pelanggan.
Mulyadi (2002:33) menjelaskan struktur auditor dibagi menjadi “parner
(rekan), manajer, auditor senior, dan auditor junior”
1. Parner
Parner menduduki
jabatan tinggi dalam perikatan audit. Bertanggungjawab atas hubungan dengan
klien. Bertanggungjawab secara menyeluruh mengenai auditing. Parner
menandatangani laporan audit dan management letter, dan bertanggungjawab
terhadap penagihan fee audit dari klien.
2. Manajer
Manajer bertindak
sebagai pengawas audit, bertugas untuk membantu auditor senior dalam
merencanakan program audit dan waktu audit. Me-review kertas kerja,
laporan audit dan management letter. Biasanya manajer melakukan
pengawasan terhadap pekerjaan beberapa auditor
3. Auditor senior
Auditor senior
bertugas untuk melaksanakan audit. Bertanggungjawab untuk mengusahakan biaya
audit dan waktu audit sesuai dengan rencana. Bertugas untuk mengarahkan dan me-review
pekerjaan auditor junior. Auditor senior biasanya akan menetap di kantor klien
sepanjang prosedur audit dilaksanakan.
4. Auditor junior
Auditor junior
melaksanakan audit secara rinci. Membuat kertas kerja untuk mendokumentasikan
pekerjaan audit yang telah dilaksanakan. Pekerjaan ini biasanya dipegang oleh
auditor baru saja menyelesaikan pendidikan formalnya di sekolah. Dalam
melaksanakan pekerjaannya sebagai auditor junior, seorang auditor harus belajar
secara rinci mengenai pekerjaan audit.
2.2.4
Jasa Yang Diberikan Kantor Akuntan Publik
Menurut Mulyadi (2002:4) jasa yang diberikan
akuntan publik dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu “jasa assurance,
jasa atestasi dan jasa nonassurance.”
1. Jasa assurance
Jasa assurance adalah
jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambilan
keputusan. Pengambilan keputusan memerlukan informasi yang handal dan relevan
sebagai basis untuk mengambil keputusan.
2. Jasa atestasi
Jasa atestasi
adalah suatu pernyataan pendapat atau pertimbangan orang yang independen dan
kompeten tentang apakah asersi entitas sesuai, dalam semua hal yang material,
dengan kriteria yang telah ditetapkan. Asersi adalah pernyataan yang dibuat
oleh satu pihak yang secara implisit dimaksudkan untuk digunakan oleh pihak
lain (pihak ketiga).
3. Jasa nonassurance
Jasa nonassurance
adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak
memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk
lain keyakinan. Jenis jasa nonassurance yang dihasilkan oleh akuntan
publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.
2.2.5 Standar Profesional Akuntan Publik
Kualitas jasa yang dihasilkan oleh profesi akuntan
publik diatur dan dikendalikan melalui berbagai standar yang diterbitkan oleh
organisasi profesi tersebut. Organisasi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang
merupakan wadah untuk menampung berbagai tipe akuntan Indonesia memiliki empat
kompartemen yaitu kompartemen Akuntan Publik, kompartemen Akuntan Manajemen,
Kompartemen Sektor Publik, Kompartemen Akuntan Pendidik.
Kompartemen Akuntan Publik merupakan wadah untuk
menampung para akuntan yang berpraktik dalam profesi akuntan publik. Di dalam
Kompartemen Akuntan Publik ini dibentuk badan yang bertanggungjawab untuk
menyusun berbagai standar yang digunakan oleh akuntan publik di dalam
penyediaan berbagai jasa bagi masyarakat. Badan penyusun standar (standard
setting body) yang bertanggung jawab untuk menyusun standar penyediaan
berbagai jasa akuntan publik adalah Dewan Standar Profesional Akuntan Publik.
Menurut Mulyadi (2002:35) ada lima
macam standar profesioanal yang diterbitkan oleh Dewan Standar Profesional
Akuntan Publik sebagai aturan mutu pekerjaan akuntan publik yaitu:
1. Standar Auditing
2. Standar Atestasi
3. Standar Jasa
Akuntansi dan Review
4. Standar Jasa
Konsultasi
5. Standar Pengendalian Mutu
2.3 Audit Piutang Usaha
2.3.1
Pengertian Piutang Usaha
Piutang timbul dari beberapa jenis transaksi, di mana yang paling umum
ialah dari penjualan barang atau jasa secara kredit. Kredit dapat diberikan
dalam bentuk perkiraan terbuka atau berdasarkan instrumen kredit yang sahih,
yang disebut surat promes (wesel). Surat promes (promissory note), yang sering
disebut wesel (nota), adalah janji tertulis untuk membayar sejumlah uang
tertentu atas permintaan atau pada suatu tanggal yang telah ditetapkan.
Menurut Donald E. Keiso
(2004:386) “piutang adalah klaim uang, barang, jasa kepada pelanggan atau pihak
– pihak lainnya.”
Menurut Sukrisno Agoes, (2004:173) “piutang usaha
adalah piutang yang berasal dari penjualan barang dagangan atau jasa secara
kredit.”
Menurut Jhon J Wild
(2005:260) “Piutang merupakan semua klaim dalam bentuk uang terhadap entitas
lainnya, termasuk individu, perusahaan, atau organisasi-organisasi lainnya.”
Menurut
Mulyadi (2001:257) dalam akuntansi piutang, secara periodik dihasilkan
pernyataan piutang yang dikirimkan kepada setiap debitur. Mutasi penjualan
adalah disebabkan oleh transaksi penjualan kredit, penerimaan kas dari debitur,
retur penjualan, dan penghapusan piutang.
Contoh
dari piutang usaha menurut Sukrisno Agoes (2004:713) ialah :
1. Piutang Usaha
2. Wesel Tagih
3. Piutang Pegawai.
4. Piutang Bunga
5. Uang Muka
6. Refundable
deposit (uang jaminan)
7.
Piutang lain-lain
8. Allowance for bad debts (penyisihan
piutang tak tertagih)
2.3.2 Tujuan Audit Piutang Usaha
Menurut Sukrisno Agoes (2004:173) tujuan
pemeriksaan perkiraan piutang usaha yaitu:
1. Untuk mengetahui apakah terdapat pengendalian intern (internal
control) yang baik atas piutang dan transaksi penjualan, piutang dan
penerimaan kas.
2. Untuk memeriksa validity (keabsahan) dan authenticity
(ke otentikan) dari pada piutang.
3. Untuk memeriksa collectibility (kemungkinan tertagihnya)
piutang dan cukup tidaknya perkiraan allowance for bad debts (penyisihan
piutang tak tertagih)
4. Untuk mengetahui apakah ada kewajiban bersyarat (contingent
liability) yang timbul karena pendiskontoan wesel tagih (notes receivable)
5. Untuk memeriksa apakah penyajian piutang di
neraca sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/Standar Akuntansi Keuangan.
2.3.3 Prosedur Audit Piutang Usaha
Menurut Sukrisno Agoes
(2004:125) Prosedur audit ialah “langkah-langkah yang harus dijalankan auditor
dalam melaksanakan pemeriksaaannya dan sangat diperlukan oleh asisten agar
tidak melakukan penyimpangan dan dapat bekerja secara efisien dan efektif.”
Prosedur audit dilalukan dalam rangka mendapatkan bahan-bahan bukti (audit evidence)
yang cukup untuk mendukung pendapat auditor atas kewajaran laporan keuangan.
Sukrisno Agoes
(2004:176) menyarankan prosedur audit piutang usaha sebagai berikut:
1. Pelajari dan evaluasi internal control atas piutang dan
transaksi penjualan, piutang dan penerimaan.
2. Buat Top Schedule dan Supporting Schedule piutang
pertanggal neraca.
3. Minta aging shedule dari piutang usaha pertanggal neraca yang
antara lain menunjukkan nama pelanggan (customer), saldo piutang, umur
piutang dan kalau bisa subsequent collections-nya.
4. Periksa mathematical accuracy-nya dan check individual
balance ke subledger lalu totalnya ke general ledger.
5. Test check umur piutang dari beberapa customer ke subledger
piutang dan sales invoice.
6. Kirimkan konfirmasi piutang:
1)
Tentukan dan
tuliskan dasar pemilihan pelanggan yang akan dikirim surat konfirmasi.
2)
Tentukan apakah
akan digunakan konfirmasi positif atau konfirmasi negatif.
3)
Cantumkan nomor
konfirmasi baik di schedule piutang maupun di surat konfirmasi.
4)
Jawaban konfirmasi
yang berbeda harus diberitahukan kepada klien untuk dicari perbedaannya.
5)
Buat ikhtisar (summary)
dari hasil konfirmasi
7. Periksa subsequent collections dengan memeriksa buku kas dan
bukti penerimaan kas untuk periode sesudah tanggal neraca sampai mendekati
tanggal penyelesaian pemeriksaan lapangan (audit field work). Perhatikan
bahwa yang dicatat sebagai subsequent collections hanyalah yang
berhubungan dengan penjualan dari periode yang sedang diperiksa.
8. Periksa apakah ada wesel tagih (notes receivable) yang
didiskontokan untuk mengetahui kemungkinan adanya contingent liability.
9. Periksa dasar penentuan allowance for bad debts dan periksa apakah
jumlah yang disediakan oleh klien sudah cukup, dalam arti tidak terlalu besar
dan terlalu kecil.
10. Test sales cut-of dengan jalan memeriksa sales invoice,
credit note dan lain-lain, lebih kurang 2 (dua) minggu sebelum dan
sesudah tanggal neraca. Periksa apakah barang-barang yang dijual melalui invoice
sebelum tanggal neraca, sudah dikirim per tanggal neraca. Kalau belum cari tahu
alasannya. Periksa apakah ada faktur penjualan dari tahun yang diperiksa, yang
dibatalkan dalam periode berikutnya.
11. Periksa notulen rapat, surat-surat perjanjian, jawaban konfirmasi
bank, dan correspondence file untuk mengetahi apakah ada piutang yang
dijadikan sebagai jaminan.
12. Periksa apakah penyajian piutang di neraca dilakukan sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK
13. Tarik kesimpulan mengenai kewajaran saldo piutang yang diperiksa.